CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY : PERANAN PR


Corporate Social Responsibility (CSR) menjadi tuntutan tak terelakan seiring dengan bermunculannya tuntutan komuniats terhadap korporat. Korporat sadar bahwa keberhasilannya dalam mencapai tujuan bukan hanya dipengaruhi oleh faktor internal melainkan juga oleh komuniats yang berada di sekelilingnya. Ini artinya, telah terjadi pergeseran hubungan antara korporat dan komunitas (stakeholders). Korporat yang semula memposisikan diri sebagai pemberi donasi melalui kegiatan charity dan phylantrophy, kini memposisikan komunitas sebagai mitra yang turut andil dalam kelangsungan eksistensi korporat.

Salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh korporat untuk menjalin hubungan kemitraan yang baik dengan komunitas adalah melalui program community relations (CR). CR merupakan peningkatan partisipasi dan posisi organisasi di dalam sebuah komunitas melalui berbagai upaya untuk kemashlahatan bersama bagi organisasi dan komunitas. CR juga merupakan cara berinteraksi dengan berbagai publik yang saling terkait dengan operasi organisasi. Selain CR, juga dikenal adanya program Community Development (CD). CD adalah kegiatan pengembangan masyarakat yang diselenggarakan secara sistematis, terencana, dan diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisi sosial, ekonomi, dan kualitas kehidupan yang lebih baik. Ada 3 kategori ruang lingkup program CD, yaitu :

1.         Community services, merupakan pelayanan korporat untuk memenuhi                                 kepentingan      masyarakat atau pun kepentingan umum.

2.         Community empowering, adalah program yang berkaitan dengan memberikan                    akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk menunjang kemandiriannya.

3.         Community relation, yaitu kegiatan yang terkait dengan pengembangan                              kesepahaman melalui komunikasi dan informasi kepada pihak yang terkait.

Sasaran dari Program CSR (CR & CD) adalah: (1) Pemberdayaan SDM lokal (pelajar, pemuda dan mahasiswa termasuk di dalamnya); (2) Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat sekitar daerah operasi; (3) Pembangunan fasilitas sosial/umum, (4) Pengembangan kesehatan masyarakat, (5) Sosbud, dan lain-lain.

CR maupun CD merupakan implikasi dari program Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial korporat. Sebenarnya definisi CSR sangatlah beragam, bergantung pada visi dan misi korporat yang disesuaikan dengan needs, desire, wants, dan interest komunitas.

Definisi CSR menurut World Business Council on Sustainable Development adalah komitmen dari bisnis/perusahaan untuk berperilaku etis dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, seraya meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat luas. Definisi lain, CSR adalah tanggung jawab perusahaan untuk menyesuaikan diri terhadap kebutuhan dan harapan stakeholders sehubungan dengan isu-isu etika, sosial dan lingkungan, di samping ekonomi (Warta Pertamina, 2004).

Sedangkan Petkoski dan Twose (2003) mendefinisikan CSR sebagai komitmen bisnis untuk berperan untuk mendukung pembangunan ekonomi, bekerjasama dengan karyawan dan keluarganya, masyarakat lokal dan masyarakat luas, untuk meningkatkan mutu hidup mereka dengan berbagai cara yang menguntungkan bagi bisnis dan pembangunan.

Meski memiliki banyak definisi, namun secara esensi CSR merupakan wujud dari giving back dari korporat kepada komunitas. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan dan menghasilkan bisnis berdasar pada niat tulus guna memberi kontribusi yang paling positif pada komunitas (skateholders).

Dalam prinsip responsibility, penekanan yang signifikan diberikan pada kepentingan stakeholders perusahaan. Di sini perusahaan diharuskan memperhatikan kepentingan stakeholders perusahaan, menciptakan nilai tambah (value added) dari produk dan jasa bagi stakeholders perusahaan, dan memelihara kesinambungan nilai tambah yang diciptakannya. Sedangkan stakeholders perusahaan dapat didefinisikan sebagai pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan. Termasuk di dalamnya adalah karyawan, konsumen, pemasok, masyarakat, lingkungan sekitar, dan pemerintah sebagai regulator. CSR sebagai sebuah gagasan, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja. Tapi tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines. Di sini bottom lines lainnya selain finansial juga adalah sosial dan lingkungan. Karena kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable). Keberlanjutan perusahaan hanya akan terjamin apabila, perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Sudah menjadi fakta bagaimana resistensi masyarakat sekitar, di berbagai tempat dan waktu muncul ke permukaan terhadap perusahaan yang dianggap tidak memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi dan lingkungan hidupnya.

Setiap korporat memiliki kebebasan dalam melakukan aktivitas CSR yang hendak dilakukannya, pada dasarnya dapat dipilah empat kategori tanggung jawab sosial perusahaan, yaitu :

1. Tanggung Jawab Ekonomi

Mungkin akan terdengar janggal ketika mendekatkan terminologi tanggung jawab ekonomi dengan tanggung jawab sosial perusahaan., tetapi kedua hal ini akan terasa lebih dekat apabila dikaitkan dengan mekanisme pricing yang dilakukan korporat. Pricing, sebagai aktivitas ekonomi, akan bersinergi dengan tanggung jawab sosial jika didasari pada itikad untuk memberikan harga yang memihak kepada konsumen. Artinya, harga yang diberikan merupakan representasi dari kualitas dan nilai sebenarnya dari barang atau jasa yang ditawarkan. Proses komunikasi melalui media iklan tidak bersifat menipu atau membohongi konsumen. Hal tersebut merupakan salah satu langkah yang dapat ditempuh guna mensinkrokan fungsi ekonomi dengan aktivitas tanggung jawab sosial.

2. Tanggung Jawab Hukum

Saat korporat memutuskan untuk menjalankan operasinya di wilayah tertentu maka ia telah sepakat untuk melakukan kontrak sosial dengan segala aspek norma dan hukum yang telah ada maupun yang akan muncul kemudian. Tanggung jawab hukum oleh korporat merupakan kodifikasi sejumlah nilai dan etika yang dicanangkan korporat terhadap seluruh pembuat dan pemilik hukum yang terkait. Sudah seharusnya korporat menjalankan kepatuhan terhadap hukum dan norma yang berlaku. Saat terjadi pelanggaran atas itu, komunitas telah menyediakan segala proses yang berkenaan dengan sanksi dari pelanggaran tersebut, termasuk di dalamnya adalah melalui kelompok penekan dan media artikulasi kepentingan secara politis.

3. Tanggung Jawab Etis

Tanggung jawab etis berimplikasi pada kewajiban korporatuntuk menyesuaikan segala aktivitasnya sesuai dengan norma sosial dan etika yang berlaku meskipun tidak diselenggarakan secara tertulis formal. Tanggung jawab etis ini, bertujuan untuk memnuhi standar, norma, dan pengharapan dari skateholders terhadap korporat. Termasuk dalam tanggung jawab etis adalah kepekaan korporat dalam menjunjung kearifan dan adat lokal. Pengenalan terhadap kebiasaan, tempat sakral, opinion leader, kebudayaan, bahasa daerah, keprcayaan, dan tradisi menjadi sebuah kemutlakan guna menjalankan tanggung jawab etis korporat. Saat terjadi perubahan nilai lokal akibat keberadaan korporat, baik itu berupa asimilasi maupun akulturasi, di satu sisi merupakan sebuah berkah dari keberhasilan korporat dalam melakukan adaptasi. Tetapi di sisi lain, hal tersebut dapat juga menjadi sebuah ancaman laten bagi mereka yang tidak dapat menerima masuknya budaya baru. Proses negosiasi, konsolidasi, dan kompromi dari setiap standar dan harapan komunitas lokal, merupakan tantangan bagi setiap korporat, khususnya yang bersifat multinasional.

4. Tanggung Jawab Filantropis

Tanggung jawab filantropis ini seyogyanya dimaknai secara bijak oleh korporat.tidak hanyamemberikan sejumlah fasilitas dan songkongan dana, korporat juga disarankan untuk dapat memupuk kemandirian komunitasnya. Tanggung jawab ini didasari dari itikad korporat untuk berkontribusi pada perbaikan komunitas secara mikro maupun makrososial. Tanggung jawab filantropis merupakan wujud konkret berupa pembangunan fisik yang dilakukan korporat terhadap komunitas. Pengalokasian sepuluh persen dari keuntungan untuk aktivitas filantropis tidak akan menjadi pemicu kerugian melainkan mendorong pada pencapaian keuntungan jangka panjang.

 

Perusahaan dapat dikategorikan berdasarkan sejumlah tanggung jawab yang dilakukannya, yaitu :

Kelompok hitam adalah mereka yang tidak melakukan praktik CSR sama sekali. Mereka adalah pengusaha yang menjalankan bisnis semata-mata untuk kepentingan sendiri. Kelompok isi sama sekali tidak peduli pada aspek lingkungan dan sosial sekelilingnya dalam menjalankan usaha, bahkan tidak memperhatikan kesejahteraan karyawannya.

Kelompok merah adalah mereka yang mulai melaksanakan praktik CSR, tetapi memandangnya hanya sebagai komponen biaya yang akan mengurangi keuntungannya. Aspek lingkungan dan sosial mulai dipertimbangkan, tetapi dengan keterpaksaan yang biasanya dilakukan setelah mendapat tekanan dari pihak lain, seperti masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat. Kesejahteraan karyawan baru diperhatikan setelah karyawan ribut atau mengancam akan mogok kerja. Kelompok ini umumnya berasal dari kelompok satu (kelompok hitam) yang mendapat tekanan dari stakeholders-nya, yang kemudian dengan terpaksa memperhatikan isu lingkungan dan sosial, termasuk kesejahteraan karyawan. CSR jenis ini kurang berimbas pada pembentukan citra positif perusahaan karena publik melihat kelompok ini memerlukan tekanan (dan gertakan) sebelum melakukan praktik CSR. Praktik jenis ini tak akan mampu berkontribusi bagi pembangunan berkelanjutan.

Kelompok ketiga, kelompok biru adalah mereka yang menganggap praktik CSR akan memberi dampak positif (return) terhadap usahanya dan menilai CSR sebagai investasi, bukan biaya. Karenanya, kelompok ini secara sukarela dan sungguh-sungguh melaksanakan praktik CSR dan yakin bahwa investasi sosial ini akan berbuah pada lancarnya operasional usaha. Mereka mendapat citra positif karena masyarakat menilainya sungguh-sungguh membantu. Selayaknya investasi, kelompok ini menganggap praktik CSR adalah investasi sosial jangka panjang. Mereka juga berpandangan, dengan melaksanakan praktik CSR yang berkelanjutan, mereka akan mendapat ijin operasional dari masyarakat. Kita dapat berharap kelompok ini akan mampu memberi kontribusi bagi pembangunan berkelanjutan.

Kelompok keempat, kelompok hijau, merupakan kelompok yang sepenuh hati melaksanakan praktik CSR. Mereka telah menempatkannya sebagai nilai inti dan menganggap sebagai suatu keharusan, bahkan kebutuhan, dan menjadikannya sebagai modal sosial (ekuitas). Karenanya, mereka meyakini, tanpa melaksanakan CSR, mereka tidak memiliki modal yang harus dimiliki dalam menjalankan usaha mereka. Mereka sangat memperhatikan aspek lingkungan, aspek sosial dan kesejahteraan karyawannya serta melaksanakan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Kelompok ini juga memasukkan CSR sebagai bagian yang terintegrasi ke dalam model bisnis atas dasar kepercayaan bahwa suatu usaha harus mempertimbangkan aspek lingkungan dan sosial. Mereka percaya, ada nilai tukar (trade-off) atas triple bottom line (aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial). Buahnya, kelompok ini tidak saja mendapat citra positif, tetapi juga kepercayaan, dari masyarakat yang selalu siap membela keberlanjutan usaha kelompok ini. Tak mengherankan, kelompok hijau diyakini akan mampu berkontribusi besar terhadap pembangunan berkelanjutan.

 

CSR dan ISU di SEKITARNYA

Beberapa bidang yang biasanya berada di bawah payung CSR adalah masalah lingkungan hidup, HAM, kewarganegaraan, kepentingan skareholders, dan pembangunan berkelanjutan. Pemilihan terhadap isu apa yang akan diangkat dalam program CSR tentunya disesuaikan dengan karakter dan positioning korporat. Pemilihan isu yang relevan akan memperkuat reputasi, sebaliknya pemilihan isu yang tidak relevan akan membuang-buang dana. Selain itu, faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan isu CSR adalah aspirasi dari komunitas yang diketahui melalui needs assesment. Pengetahuan akan kebutuhan komunitas, menjadi dasar dalam penyusunandan pemilihan isu yang akan dicanangkan melalui program CSR.

1. CSR dan Isu Lingkungan

CSR dan pembangunan keberlanjutan menjadi sangat penting, jika dikaitkan dengan isu lingkungan. Tuntutan untuk melakukan CSR menjadi tak terelakkan, ketika fakta menunjukkan bahwa konsumsi korporat terhadap penggunaan SDA mencapai lebih dari 30 persen dari apa yang dapat disediakan oleh alam/lingkungan.

Dunia kini mengalami kesulitan mendapatkan air bersih, hutan tropis semakin menipis, kepunahan binatang langka, polusi udara, dan perubahan iklim. Penghematan dalam penggunaan SDA dan pemakaian bahan daur ulang, sangat berperan penting dalam mendukung pembangunan berkelanjutan, yang pada gilirannya akan membuat usaha di daerah bersangkutan tetap dapat berlanjut. Tujuan dari kegiatan CSR terkait pada pengurangan dampak buruk korporasi, dan penggunaan SDA sesuai dengan kapasitas alam.

 

Berikut adalah sejumlah fokus isu yang dapat dijadikan pilihan dalam penyusunan program CSR :

–          Global Warming

Pemanasan global merupakan dampak atas terperangkapnya panas matahari di dalam atmosfir bumi. Kondisi ini berakibat pada meningkatnya suhu permukaan bumi yang berekses pada sejumlah hal, seperti menvairnya lapisan es di kutub hingga perubahan iklim. Lembaga bisnis, sebagai salah satu penyumbang terjadinya global warming, wajib turut andil dalam menangani masalah ini. Misalnya seperti program Green and Clean yang dipelopori oleh Unilever. Program ini dikemas dalam bentuk festival yang bertujuan untuk mengedukasi semua lapisan masyarakat tentang cara mengurangi dampak pemanasan global dan menumbuhkembangkan pola hidup ramah lingkungan.

–          Kesehatan

Kondisi perekonomian yang lemah ditandai dengan masih banyaknya rakyat miskin, menjadikan isu kesehatan sebagai pusat perhatian yang tak boleh terlewatkan. Kegiatan edukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan mutlak dilakukan. Aktivitas CSR seperti yang dilakukan Lifebouy dengan kampanye cuci tangan patut dijadikan contoh oleh perusahaan lain.

–          Pelestarian hutan tropis

Kebakaran dan pembalakan liat merupakan segelintir masalah yang senantiasa menghantui dunia perhutanan Indonesia. Indonesia yang sempat dijuluki zamrud khatulistiwa kini menjadi negara pengekspor asap ke negara tetangganya. Sejumlah pengamat kehutanan memprediksi, jika kebakaran dan pembalakan liar ini terjadi terus-menerus tanpa penanganan yang serius bisa dalam 30 tahun ke depan hutan Indonesia akan ludes.

–          Penghematan air

Air disejumlah negara di Amerika, Eropa, dan Australia kian susut. Gerakan pembatasan penghematan air melalui regulasi yang tegas dipraktikan oleh pemerintah di negara-negara tersebut bahkan sampai pada pembatasan waktu untuk konsumsi keseharian seperti mandi, cuci mobil, dan menyiram tanaman. Meskipun kondisi semacam itu belum terjadi di Indonesia, bukan tidak mungkin suatu saat hal yang sama akan terjadi apabila kebiasaan penggunaan air yang berlebihan seperti sekarang.

2. CSR dan Isu Sosial

Aspek sosial dari CSR ini terkait dengan stakeholder korporat yaitu pemerintah, NGO dan organisasi sejenis, konsumen beserta keluarga, karyawan dan keluarga, investor, rekan bisnis, dan komunitas lokal. Stakeholder tersebut mengharapkan korporat bertindak penuh tanggung jawab (membawa keuntungan bagi mereka) dan masyarakat luas pada umumnya. Jika harapan tersebut tidak terwujud, dapat saja stakeholders melakukan tindakan yang dapat mengancam kesuksesan korporat dalam menjalankan operasi/bisnisnya.

Tak hanya itu, HAM juga menjadi suatu hal yang harus diperhatikan. Stakeholders tidak mengharapkan korporat dalam menjalankan operasi melakukan pelanggaran atau penindasan atas HAM. Penghargaan terhadap HAM salah satunya adalah dengan memberikan gaji yang layak kepada karyawan dan tidak melakukan pencemaran terhadap lingkungan lokalnya. Selanjutnya, perbedaan dan kewarganegaraan juga dapat dijadikan landasan dalam program CSR. Penciptaan tempat kerja yang sensitif akan perbedaan di tengah meningkatnya operasi korporasi di dunia menjadikan lingkungan kerja sebagai sebuah wilayah yang kondusifuntuk menghormati dan menghargai perbedaan. Terkait dengan ini, korporat juga harus memahami isu tentang kewarganegaraan komunitasnya. CSR dan komunitas berusaha mewujudkan kehidupan yang lebih baik.

Program CSR juga dapat ditujukan untuk aktivitas edukasi terhadap perempuan. Edukasi terhadap perempuan ini dimulai dari sejumlah program yang berbasis pada kesetaraan gender dalam perilaku organisasi dan produk kebijakan perusahaan. Sejumlah kebijakan perusahaan yang mengutamakan hak-hak pekerja perempuan, melindungi mereka dari potensi pelecehan seksual di tempat kerja, serta menjamin keselamatan pekerja lembur perempuan melalui pemberian pelatihan bagaimana mempertahankan diri dari kejahatan sosial di masyarakat. Selain itu, isu sosial tentang penyadaran tentang potensi, gejala, dampak dan solusi masalah kekerasan dalam rumah tangga juga mendorong perempuan untuk dapat lebih asertif dalam mengutarakan pemikiran, ide, dan harapannya dalam relasi antara laki-laki dan perempuan baik dalam ranah private (keluarga) maupun publik (di tempat kerja). Kemudian, tingginya angka kematian ibu hamil dan anak di Indonesia akibat kurang asupan gizi dan perilaku hidup serta standar kesehatan yang rendah dapat dijadikan sebagai sebuah isu dalam program CSR. Selain hal tersebut doatas, perhatian pada usaha-usaha pelestarian budaya lokal juga dapat dijadikan alternatif dalam pemilihan isu program CSR.

3. CSR dan Isu Ekonomi

Terdapat tiga hal di mana CSR ikut berpengaruh dalam perekonomian, yaitu

–          Pendanaan dan investasi

Kedua hal ini terkait dengan shareholders. Shareholders dapat memengaruhi korporat malaui sejumlah aset yang dimilikinya. Ada yang mengatakan bahwa seseorang berinvestasi untuk menciptakan kehidupan dimana mereka berada.

–          Etika bisnis dan korupsi

Korporasi tidak akan berjalan baik tanpa didukung kekuatan manajemen yang baik. Salah satunya, adalah dengan meminimalisasi terjadinya penyimpangan dan korupsi. Tak hanya itu, korporat juga mesti keluar dari mindset pribadinya untuk dapat menjalankan usahanya sesuai dengan etika bisnis.

 

Peran PR dalam Implementasi CSR

Dalam implementasi CSR ini public relations (PR) mempunyai peran penting, baik secara internal maupun eksternal. Dalam konteks pembentukan citra perusahaan, di semua bidang pembahasan di atas boleh dikatakan PR terlibat di dalamnya, sejak fact finding, planning, communicating, hingga evaluation. Jadi ketika kita membicarakan CSR berarti kita juga membicarakan PR sebuah perusahaan, di mana CSR merupakan bagian dari community relations. Karena CSR pada dasarnya adalah kegiatan PR, maka langkah-langkah dalam proses PR pun mewarnai langkah-langkah CSR.

Ada dua pendekatan dalam community relations. Pertama, dalam konsep PR lama yang memosisikan organisasi sebagai pemberi donasi, maka program community relations hanyalah bagian dari aksi dan komunikasi dalam proses PR. Bila berdasarkan pengumpulan fakta dan perumusan masalah ditemukan bahwa permasalahan yang mendesak adalah menangani komunitas, maka dalam perencanaan akan disusun program community relations. Ini kemudian dijalankan melalui aksi dan komunikasi. Kedua, yang memosisikan komunitas sebagai mitra, dan konsep komunitasnya bukan sekedar kumpulan orang yang berdiam di sekitar wilayah operasi organisasi, community relations dianggap sebagai program tersendiri yang merupakan wujud tanggungjawab sosial organisasi.

Dengan menggunakan tahapan-tahapan dalam proses PR yang bersifat siklis, maka program dan kegiatan CSR dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut:

1. Pengumpulan Fakta

Banyak permasalahan yang dihadapi masyarakat sekitar daerah operasional perusahaan. Mulai dari permasalahan lingkungan seperti polusi, sanitasi lingkungan, pencemaran sumber daya air, penggundulan hutan sampai dengan permasalahan ekonomi seperti tingkat pengangguran yang tinggi, sumber daya manusia yang tidak berketerampilan, rendahnya kemauan berwirausaha dan tingkat produktivitas individu yang rendah.

PR bisa mengumpulkan data tentang permasalahan tersebut dari berbagai sumber, misalnya dari berita media massa, data statistik, obrolan warga, atau keluhan langsung dari masyarakat. Selain itu masih banyak sumber yang bisa digunakan untuk mengumpulkan fakta mengenai persoalan sosial yang dihadapi komunitas. PR juga bisa menelusuri laporan-laporan hasil penelitian yang dilakukan perguruan tinggi atau LSM mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat.

2. Perumusan Masalah

Masalah secara sederhana bisa dirumuskan sebagai kesenjangan antara yang diharapkan dengan yang dialami, yang untuk menyelesaikannya diperlukan kemampuan menggunakan pikiran dan keterampilan secara tepat. Misalnya, dari pengumpulan fakta diketahui salah satu masalah yang mendesak dan bisa diselesaikan dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki organisasi adalah rendahnya keterampilan para pemuda sehingga tak bisa bersaing di pasar kerja atau tak bisa diandalkan untuk membuka lapangan kerja bagi dirinya. Berdasarkan hal tersebut, maka dirumuskan permasalahan: Rendahnya keterampilan kerja pemuda lulusan sekolah menengah.

Namun tidak semua pemuda tamatan sekolah menengah yang rendah tingkat keterampilan kerjanya yang diidentifikasi sebagai masalah. Namun terbatas pada komunitas sekitar lokasi perusahaan atau di beberapa kota. Jadi, dalam merumuskan masalah tersebut PR mulai memfokuskan pada komunitas organisasi. Bila komunitasnya dirumuskan secara sederhana, berarti komunitas berdasarkan lokasi yakni komunitas sekitar wilayah operasi korporat. Namun bila komunitasnya dipandang sebagai struktur interaksi maka komunitas tersebut lepas dari pertimbangan kewilayahan, tetapi lebih pada pertimbangan kesamaan kepentingan.

3. Perencanaan dan Pemrograman

Perencanaan merupakan sebuah prakiraan yang didasarkan pada fakta dan informasi tentang sesuatu yang akan terwujud atau terjadi nanti. Untuk mewujudkan apa yang diperkirakan itu dibuatlah suatu program. Setiap program biasanya diisi dengan berbagai kegiatan. Kegiatan sebagai bagian dari program merupakan langkah-langkah yang ditempuh untuk mewujudkan program guna mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.

Kembali kepada perumusan masalah tentang rendahnya keterampilan kerja pemuda lulusan sekolah menengah, maka PR menyusun rencana untuk mencapai tujuan agar para pemuda lulusan sekolah menengah itu memiliki keterampilan kerja yang bisa digunakan untuk mencari kerja atau membuka lapangan kerja bagi dirinya sendiri. Untuk mencapai tujuan tersebut, program yang disusun misalnya menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan bagi mereka.

4. Aksi dan Komunikasi

Aspek dari aksi dan komunikasi inilah yang membedakan kegiatan community relations dalam konteks PR dan bukan PR. Di mana watak PR ditampilkan lewat kegiatan komunikasi. PR pada dasarnya merupakan proses komunikasi dua arah yang bertujuan untuk membangun dan menjaga reputasi dan citra organisasi di mata publiknya. Karena itu, dalam program CSR selalu ada aspek bagaimana menyusun pesan yang ingin disampaikan kepada komunitas, serta melalui media apa dan cara bagaimana.

Sedangkan aksi dalam implementasi program yang sudah direncanakan, pada dasarnya sama saja dengan implementasi program apa pun. Kembali pada contoh kasus awal, ketika program pendidikan dan pelatihan keterampilan itu dijalankan, harus ada ruangan, baik untuk penyampaian teori maupun bengkel kerja sebagai tempat praktik. Di situlah aksi pendidikan dan pelatihan dijalankan. Di dalamnya tentu saja ada komunikasi yang menjelaskan kenapa program itu dijalankan, juga masalah tanggungjawab sosial organisasi pada komunitasnya sehingga memilih untuk menjalankan program kegiatan tersebut. Dengan begitu diharapkan akan berkembang pandangan yang positif dari komunitas terhadap organisasi sehingga reputasi dan citra organisasi menjadi baik.

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan keharusan pada setiap akhir program atau kegiatan untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi program. Berdasarkan hasil evaluasi ini bisa diketahui apakah program bisa dilanjutkan, dihentikan atau dilanjutkan dengan melakukan beberapa perbaikan dan penyempurnaan. Namun dalam konteks community relations perlu diingat bahwa evaluasi bukan hanya dilakukan terhadap penyelenggaraan program atau kegiatan belaka. Melainkan juga dievaluasi bagaimana sikap komunitas terhadap organisasi. Evaluasi atas sikap publik ini diperlukan karena, pada dasarnya community relations ini meski merupakan wujud tanggungjawab sosial organisasi, tetap merupakan kegiatan PR.

 

DAFTAR PUSTAKA :

Rahman, Reza. Corporate Social Responsibility. 2009. PT Buku Kita: Jakarta

http://www.csrindonesia.com/glos.php?n=45&dw=

http://id.wikipedia.org/wiki/Tanggung_jawab_sosial_perusahaan

 

2 responses to “CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY : PERANAN PR

Leave a comment